topmetro.news – JPU dari Kejati Sumut dinilai keliru menerapkan pidana korupsi. Serta fakta terungkap pada persidangan, tidak ada unsur kerugian keuangan negara terkait terkait penggunaan upah pungut Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (DBH PBB) sektor perkebunan 2013 hingga 2015 lalu.
Untuk itu Fris Madani selaku penasihat hukum (PH) terdakwa Plt Kadis Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) Marahalim Harahap dan Salatieli Laoli selaku kabid, memohon agar majelis hakim nantinya menjatuhkan vonis bebas terhadap kedua terdakwa.
Terdakwa tak Langgar Aturan
PH mengungkapkan hal itu saat menyampaikan nota pembelaan (pledoi) dalam persidangan secara virtual, Senin petang (30/11/2020), bertepat Ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor Medan.
Menurutnya, kedua terdakwa tidak ada melanggar satu pun aturan yang ada. JPU dimotori Hendri Sipahutar tidak menjelaskan peristiwa hukum secara komprehensif. PBB sektor perkebunan dibagi dua. Yakni wajib pajak yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan non-HGU.
JPU, menurut penilaian PH terdakwa, keliru menjerat kedua kliennya dengan pidana korupsi dengan mendalilkan pengertian daerah sebagai pemerintahan daerah (pemda). Menurutnya, upah pungut DBH PBB sektor perkebunan tidak harus berdasarkan keputusan bupati bersama DPRD Labusel.
Sebab pada Pasal 4 Peraturan Menkeu No. 83 Tahun tentang Penggunaan dan Tata Cara Penyaluran Biaya Pemungutan PBB cuma dikatakan, pembagiannya diatur oleh masing-masing daerah. Tidak ada pengaturan harus bersama-sama antara bupati dengan DPRD setempat.
Harus dirunut ke atas yakni mulai Permenkeu, Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2000 dan ke atas lagi adalah UU No. 12 Tahun 1985 cq UU No. 12 Tahun 1994 tentang PBB. Pada Pasal 18 UU PBB, tidak ada satu kata pun berkaitan dengan pemerintahan daerah (pemda).
Artinya Dana Bagi Hasil (DBH) PBB sektor perkebunan tidak ada disebutkan harus disetujui kepala daerah dengan DPRD setempat. Diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing daerah, dalam hal ini dituangkan ke dalam Peraturan Bupati (Perbup) Labusel.
Tidak Ada Kerugian
Sementara tidak adanya unsur kerugian keuangan negaranya, karena pada tahun 2016, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sumut berkesimpulan, ada pemborosan. Bukan mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana versi penuntut umum mencapai Rp1,9 miliar.
Selain itu jauh sebelumnya (pemeriksaan BPKP Perwakilan Sumut-red), kedua terdakwa secara bertahap telah mengembalikan upah pungut yang sempat mereka terima dari pemerintah pusat tersebut. Itikad baik karena kuatir akan menjadi polemik pada kemudian hari.
Bukan atas permintaan penyidik Polda Sumut maupun penuntut umum dari Kejati Sumut. Selain itu, Perbup Labusel tentang Upah Pungut DBH PBB Sektor Perkebunan juga sudah dicabut.
Usai mendengarkan pembacaan pledoi, Hakim Ketua Syafril Batubara menanyakan apakah tim JPU akan menyampaikan tanggapan. Kemudian ditimpali Hendri Sipahutar, akan disampaikan secara lisan.
JPU tetap pada dalil tuntutannya bahwa kedua terdakwa secara bersama-sama tanpa memperkaya diri sendiri, orang lain dan atau korporasi. Karena upah pungut DBH PBB sektor perkebunan seharusnya diputuskan Bupati bersama DPRD Labusel.
Sebelumnya kedua terdakwa masing-masing dituntut pidana 4 tahun penjara dan pidana denda Rp250 juta. Subsidair (bila denda tidak terbayar maka ganti dengan) pidana tiga bulan kurungan.
Sebaliknya Fris menyatakan tetap pada pledoi yang baru ia bacakan. Hakim Ketua Syafri Batubara melanjutkan sidang, Jumat (4/12/2020), dengan agenda pembacaan putusan.
reporter | Robert Siregar